Kamis, 10 September 2015

Makalah (Fungsi dan Makna Daun dalam Yajna)




SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
NEGERI GDE PUDJA
 MATARAM
2015


 
Oleh :
                                                  Ida Bagus Putu Wikrama      ( 131 111 08)

JURUSAN DHARMA ACARYA


                                                            Makalah
    
(Fungsi dan Makna Daun dalam Yajna)



Hasil gambar untuk banten yadnya



KATA PENGANTAR
            OM SWATIASTU
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Ida Sang Hyang Widi Waca, karena atas berkat rahmat dan karunianyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah susila hindu pada semester IV di tahun ajaran 2015, dengan berjudu Fungsi dan Makna daun dalam Yajna. Dengan membuat tugas ini diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang berbagai bentuk apa sebenarnya makna dan fungsi daun trsebut.

Dalam penyelesaian makalah ini, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
OM SANTI-SANTI-SANTI OM.



Mataram, 06 April 2015

Penyusun





i

DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................................................... i          
Daftar Isi.................................................................................................................... ii         
Bab I Pendahuluan....................................................................................................            
1.1  Latar Belakang.........................................................................................            
1.2  Perumusan Masalah.................................................................................            
1.3  Tujuan......................................................................................................            
Bab II Pembahasan....................................................................................................
      2.1 .makna dari sarana persembahyangan..................................................................
      2.2  . fungsi dan makna daun dalam yajna..................................................................................................................
Bab III Penutup.........................................................................................................            
3.1  Kesimpulan..............................................................................................            
3.2  Saran........................................................................................................            
Daftar Pustaka...........................................................................................................            

                                                            








BAB I
LATAR BELAKANG


1.1Pendahuluan
Berbagai macam seni untuk melaksanakan upacara agama yaitu “yajna” dapat disesuaikan dengan masing-masing pelaksanaan yajna yang di persembahkan kehadapan sang hyang widhi. Melalui mempelajari dan memperagakan kesenian seseorang dapat menghayati ajaran agamanya secara memdalam dengan perasaan, pikiran, dan budhinya menjadi halus. Seni adalah halus, kecil, tipis, indah. Keahlian membuat karya yang bermutu, karya yang di ciptakan dengan keahlian yang luar biasa dengan kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Berbagai macam dan jenis yajna yang dipersembahkan dalam pelaksanaan  upacara yajna  dapat menggetarkan jiwa dan perasaan. Rasa dan sradha guna untuk meningkatkan wujud bhakti kepada tuhan yang maha esa. Dalam setiap upacara keagamaan di indonesia  “bali” umat membuat berbagai macam yajna baik itu dari tumbuhan (canang atau kwangen), ddan disana seperti plawe atau daun kayu, busung, porosan, dan bunga atau bija. Namun disini banyak masyarakat umat hindu banyak belum mengetahui makna atau tujuan dari penggunaan plawa tersebut, namun banyak orang beryajna menggunakan binatang dan seisi alam semesta ini untuk meningkatkan bhakti kita kepada tuhan. Untuk mengetahui makna, fungsi dan tujuan dari dedaunan yang digunakan untuk beryajna, maka agama hindu mengajarkan 3 (tiga) aspek kebenaran atau disebut dengan tri kerangka dasar agama hindu yang bagian-bagiannya sebagai berikut:
1.      Tattwa atau filsafat
2.      Etika atau susila
3.      Upacara atau ritual
Untuk mengetahui ketiga kerangka dasar tersebut dengan pasti disinilah kita harus mengetahui makna, etika, tujuan dari masing-masing yajna itu seperti daun tersebut banyak arti dalam tujuan tersebut sebagai lamakan atau tapakan yang bermakna setate ulahaken ikang wasana enak yang artinya mendasari dasar kemauan untuk beryajna dengan tulus ikhlas untuk itu mari kita membahas bersama-sama dalam pembahasan berikut.




1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu :
2.1        Apa makna daria saran Persembahyangan tersebut?
2.2       Apa sajakah fungsi dan makna daun dalam yajna?

1.3 Tujuan
3.1        Untuk mengetahui makna dari sarana persembahyangan itu.
3.2         Untuk mengetahui sajakah fungsi dan makna daun dalam yajna itu.  





















BAB II
     PEMBAHASAN
2.1  MAKNA SARANA PERSEMBAHYANGAN

Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Sang HyangWidhi. Di samping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnana.Bhakti, Karma dan Jnana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh
rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu
dan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan. Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbol-simbol atau sarana. Simbol simbol itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rohaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”. Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu. Nah sarana-sarana itulahmerupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci.Menurut  Bhagavadgita IX.26 sarana pokok yang umum digunakan adalah- Pattram = daun-daunan.
Puspam = bunga-bungaan.
Phalam = buah-buahan.
Toyam = air suci atau tirtha.
 Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang Berwujud “dipa dan dhupa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telahberwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbedabe dadalam fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Sang Hyang Widhi.
Disamping itu Veda juga disampaikan dengan bahasa Mona. Mona artinya diam namun banyak mengandung informasi tentang kebenaran Veda dan bahasa Mona itu adalah banten. Dalam Lontar Yajña Prakrti disebutkan: sahananing bebanten pinaka raganta tuwi, pinaka warna rupaning Ida Bhatara, pinaka anda bhuana” artinya: semua jenis banten (upakara)  adalah merupakan simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung (alam semesta)  Demikian pula dalam Lontar Tegesing Sarwa Banten, dinyatakan: “ Banten mapiteges pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang” Artinya: Banten itu adalah buah pemikiran artinya pemikiran yang lengkap dan bersih.
Bila dihayati secara mendalam,  banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.



2.2.FUNGSI DAN MAKNA DAUN DALAM  YAJNYA.
Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan.
Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.
Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing.seperti Canang berasal dari bahasa jawa kuno yang pada mulanya berarti sirih, yang disuguhkan pada tamu yang sangat dihormati. Jaman dulu, sirih benar – benar bernilai tinggi. Setelah agama Hindu berkembang di Bali, sirih itupun menjadi unsur penting dalam upacara agama dan kegiatan lain. Di Bali, salah satu bentuk banten disebut “Canang” karena inti dari setiap canang adalah sirih itu sendiri. Canang belum bisa dikatakan bernilai agama jika belum dilengkapi porosan yang
bahan pokoknya sirih.
Perlengkapan canang adalah alasnya dipakai ceper atau daun pisang berbentuk segi empat, diatasnya berturut-turut disusun plawa, porosan, urasari kemudian bunga.
Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur – unsur pokok daripada canang tersebut adalah:
a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada  Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.
Seperti yang dijelaskan diatas dibawah canang dan banten terdapat didisi daun kayu atau plawa dan daun sebagainya yang  terdapat pada upacara yajnya lain, karena tiap daun yang ada pada yajna tersebut memiliki makna yang  sangat penting seperti.
1.      Plawa atau daun kayu diisi pada bawah banten atau canang berfungsi sebagai lamakan atau tapakan yang bermakna untuk mengutamakan atas manah dan kemauan untuk beryajnya dengan tulus dan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci juga ngulahaken wasana ikang enak yang artinya mencari kerahayuan karma menjadi baik.
2.      Daun busung untuk membuat canang, ketupat, daksina, lis bermakna hayuning hayu utama yang artinya mengutamakan mencari suatu kebahagiaan.
3.      Daun ambengan atau alang-alang untuk upacara manusa, dewa yajna yang berfungsi untuk membuat mingmang juga kreawista yang bermakna ika petemuaning liang yang artinya awal pertemuaanya kebahagiaan dan untuk membersihkan unsur panca mahabuta unsur banten, canang , pelinggih dari keletuhan dan sifat maya.
4.      Padanglepas bertujuan pada manusa yajna berfungsi meperlengkap isi banten utama yang bermakna ika jati wus putus yang artinya melepaskan diri pada ikatan duniawi.
5.      Daun ancak terdapat pada banten berfungsi pada manusia yajnya yang bermakna ikang patemuaning rasaning hati yang artinya menemukan rasa sama-sama saling cinta kasih.
6.      Daun wandira atau waringi fungsi untuk segala yajnya yang bermakna ikang apang sarwa tuungtung atau tattwa wit artinya untu menggapai suatu kebagiaan yang paling terakhir atau menggapai samyang janana.
7.      Daun pisangberfungsi sebagai lamakan yang brmakana berdasarkan atas kesadaran mengatui rwabineda.
8.      Daun priye terdapat pada sematu byekala yang dibawahnya terdapat tangkih dan diatasnya terdapat nasi dan lawar bermakna tri muti dan mngetahui sad rasa.
9.      Daun sirih pada  pada porosan melambangkan trimurti yang bermakna suatu sifat yang ada pada diri kita dan unsur  panca mahabuta.
10.  Daun pandan ron yang brfungsi pada ari-ari yang bermakna untuk tempat berteduhnya sanghyang ari-ari dan menjaga sang hyang ari-ari dari buta kala.

Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan daun sebagai  dasar sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu,  pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Jika semua perasarana sudah lengkap dan sudah diaturkan oleh sang Pandita juga Sang Hyang Widhi bisa melingga dibaten itu. Maka suatu upacara itu sudah sukses yang disebut dengan Widi Widana yang artinya wi ngaran Widhi di ngaran purusa widana ngaran pradana. Oleh karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.





Hasil gambar untuk banten yadnya










BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
A.    banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.
B.     Untuk melaksanakan upacara yajna dalam setiap mebanten dan canang pada kitab suci Veda sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama Hindu disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya,  dari itu disini telah dikatakan makna penting daun yang dapat disimpulkan dari segi bahasa, jika manusi menggunakan bahasa untuk beryajnya yaitu mantram, dan mantram  menggunakan tantra  dan semua banten dan canang dibawahnya menggunakan daun kayu yang yang bertujuan menuju suatu tujuan  dan pikiran yang hening dan kamuan(kayun) untuk beyajnya yang tulus iklas.

3.2. Saran.

Dalam melaksanakan yajna haruslah mengetahui makna dan tujuan tersebut dan dalam tata cara munggahkan(meletakkan)  canang dan banten harus sesauai pada tata cara apa yang susuai yang berjalan dikalangan masyarakat belakangan ini karena tiap canang atau banten memiliki unsur yang sangat sakral, seperti daun kayu walaupun sepele tapi sangat berbahaya jika tidak diisis daun kayu, oleh karena itu  untuk awal kita penting menggunakan daun kayu sbagai lamakan atas dasar kemauan untuk beryajnya dengan rasa cinta kasih dan kamuan yang tulus iklas dan ingat jika salah satu isi yajnya itu tidak lengkap maka kita akan mala pataka dikemudian hari juga kepastu dening sang hyang Aji Sastra.




















DAFTAR PUSTAKA

lontar Tegasin Sarwa Banten.
Lontar yadnya prawerti.

1 komentar:

  1. Casino Review 2020 - Mr.D.C.
    With our detailed 논산 출장마사지 Casino Review 2020, 광주 출장마사지 you can rest assured that we've 파주 출장안마 found the right online 경주 출장안마 casino to 광주 출장마사지 play your favourite games, casino games,

    BalasHapus