SEKOLAH
TINGGI AGAMA HINDU
NEGERI
GDE PUDJA
MATARAM
2015
Oleh
:
Ida Bagus Putu Wikrama ( 131 111
08)
JURUSAN DHARMA ACARYA
Makalah
(Fungsi dan
Makna Daun dalam Yajna)
KATA PENGANTAR
OM SWATIASTU
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Ida Sang Hyang Widi
Waca, karena atas berkat rahmat dan karunianyalah, makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah susila hindu pada semester IV di
tahun ajaran 2015, dengan berjudu Fungsi dan Makna daun dalam Yajna. Dengan
membuat tugas ini diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang berbagai bentuk
apa sebenarnya makna dan fungsi daun trsebut.
Dalam penyelesaian makalah ini, sebagai mahasiswa yang masih
dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
OM SANTI-SANTI-SANTI
OM.
Mataram, 06 April 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
Bab I
Pendahuluan....................................................................................................
1.1
Latar
Belakang.........................................................................................
1.2
Perumusan
Masalah.................................................................................
1.3
Tujuan......................................................................................................
Bab II
Pembahasan....................................................................................................
2.1 .makna dari sarana persembahyangan..................................................................
2.2 . fungsi dan makna daun dalam yajna..................................................................................................................
Bab III Penutup.........................................................................................................
3.1
Kesimpulan..............................................................................................
3.2
Saran........................................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................................................
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1Pendahuluan
Berbagai macam seni untuk melaksanakan upacara agama yaitu “yajna” dapat disesuaikan dengan masing-masing pelaksanaan yajna yang di persembahkan kehadapan sang hyang widhi. Melalui mempelajari dan memperagakan kesenian seseorang dapat menghayati ajaran agamanya secara memdalam dengan perasaan, pikiran, dan budhinya menjadi halus. Seni adalah halus, kecil, tipis, indah. Keahlian membuat karya yang bermutu, karya yang di ciptakan dengan keahlian yang luar biasa dengan kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Berbagai macam dan jenis yajna yang dipersembahkan dalam pelaksanaan upacara yajna dapat menggetarkan jiwa dan perasaan. Rasa dan sradha guna untuk meningkatkan wujud bhakti kepada tuhan yang maha esa. Dalam setiap upacara keagamaan di indonesia “bali” umat membuat berbagai macam yajna baik itu dari tumbuhan (canang atau kwangen), ddan disana seperti plawe atau daun kayu, busung, porosan, dan bunga atau bija. Namun disini banyak masyarakat umat hindu banyak belum mengetahui makna atau tujuan dari penggunaan plawa tersebut, namun banyak orang beryajna menggunakan binatang dan seisi alam semesta ini untuk meningkatkan bhakti kita kepada tuhan. Untuk mengetahui makna, fungsi dan tujuan dari dedaunan yang digunakan untuk beryajna, maka agama hindu mengajarkan 3 (tiga) aspek kebenaran atau disebut dengan tri kerangka dasar agama hindu yang bagian-bagiannya sebagai berikut:
Berbagai macam seni untuk melaksanakan upacara agama yaitu “yajna” dapat disesuaikan dengan masing-masing pelaksanaan yajna yang di persembahkan kehadapan sang hyang widhi. Melalui mempelajari dan memperagakan kesenian seseorang dapat menghayati ajaran agamanya secara memdalam dengan perasaan, pikiran, dan budhinya menjadi halus. Seni adalah halus, kecil, tipis, indah. Keahlian membuat karya yang bermutu, karya yang di ciptakan dengan keahlian yang luar biasa dengan kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Berbagai macam dan jenis yajna yang dipersembahkan dalam pelaksanaan upacara yajna dapat menggetarkan jiwa dan perasaan. Rasa dan sradha guna untuk meningkatkan wujud bhakti kepada tuhan yang maha esa. Dalam setiap upacara keagamaan di indonesia “bali” umat membuat berbagai macam yajna baik itu dari tumbuhan (canang atau kwangen), ddan disana seperti plawe atau daun kayu, busung, porosan, dan bunga atau bija. Namun disini banyak masyarakat umat hindu banyak belum mengetahui makna atau tujuan dari penggunaan plawa tersebut, namun banyak orang beryajna menggunakan binatang dan seisi alam semesta ini untuk meningkatkan bhakti kita kepada tuhan. Untuk mengetahui makna, fungsi dan tujuan dari dedaunan yang digunakan untuk beryajna, maka agama hindu mengajarkan 3 (tiga) aspek kebenaran atau disebut dengan tri kerangka dasar agama hindu yang bagian-bagiannya sebagai berikut:
1. Tattwa atau filsafat
2. Etika atau susila
3. Upacara atau ritual
Untuk mengetahui ketiga kerangka dasar
tersebut dengan pasti disinilah kita harus mengetahui makna, etika, tujuan dari
masing-masing yajna itu seperti daun tersebut banyak arti dalam tujuan tersebut
sebagai lamakan atau tapakan yang bermakna setate ulahaken ikang wasana enak
yang artinya mendasari dasar kemauan untuk beryajna dengan tulus ikhlas untuk
itu mari kita membahas bersama-sama dalam pembahasan berikut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat
diambil beberapa rumusan masalah yaitu :
2.1
Apa makna
daria saran Persembahyangan tersebut?
2.2
Apa sajakah
fungsi dan makna daun dalam yajna?
1.3 Tujuan
3.1
Untuk
mengetahui makna dari sarana persembahyangan itu.
3.2 Untuk
mengetahui sajakah fungsi dan makna daun dalam yajna itu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MAKNA SARANA PERSEMBAHYANGAN
Salah satu bentuk pengamalan
beragama Hindu adalah berbhakti kepada Sang HyangWidhi. Di samping itu
pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnana.Bhakti, Karma dan
Jnana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya
ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh
rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk
itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu
dan itupun
dilakukan dengan penuh keikhlasan. Kegiatan upacara ini banyak menggunakan
simbol-simbol atau sarana. Simbol simbol itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu
pemahaman agama dan pertumbuhan rohaninya belum begitu maju, dapat menggunakan
cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju
dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”. Apara
Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari
benda-benda tertentu. Nah sarana-sarana itulahmerupakan visualisasi dari
ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci.Menurut Bhagavadgita IX.26 sarana pokok yang umum
digunakan adalah- Pattram = daun-daunan.
Puspam =
bunga-bungaan.
Phalam =
buah-buahan.
Toyam = air
suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula
Api yang Berwujud “dipa dan dhupa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut
dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telahberwujud tertentu dengan
fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat
upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbedabe dadalam
fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk
memuja Sang Hyang Widhi.
Disamping
itu Veda juga disampaikan dengan bahasa Mona. Mona artinya diam namun banyak
mengandung informasi tentang kebenaran Veda dan bahasa Mona itu adalah banten.
Dalam Lontar Yajña Prakrti
disebutkan: “ sahananing bebanten pinaka raganta tuwi, pinaka warna
rupaning Ida Bhatara, pinaka anda bhuana” artinya: semua jenis banten (upakara) adalah merupakan
simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana
Agung (alam semesta) Demikian pula dalam Lontar Tegesing Sarwa Banten, dinyatakan: “ Banten mapiteges
pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang” Artinya: Banten itu adalah buah pemikiran artinya pemikiran yang
lengkap dan bersih.
Bila
dihayati secara mendalam, banten merupakan wujud dari pemikiran yang
lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang
akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol,
diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai
makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten
itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.
2.2.FUNGSI DAN MAKNA DAUN DALAM YAJNYA.
Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah
berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama
juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga
dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu
luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan
ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun
dilakukan dengan penuh keikhlasan.
Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada
sastra-sastranya yang dalam kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya
peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau
penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana
Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.
Kegiatan
upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu
semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing.seperti Canang
berasal dari bahasa jawa kuno yang pada mulanya berarti sirih, yang disuguhkan
pada tamu yang sangat dihormati. Jaman dulu, sirih benar – benar bernilai
tinggi. Setelah agama Hindu berkembang di Bali, sirih itupun menjadi unsur
penting dalam upacara agama dan kegiatan lain. Di Bali, salah satu bentuk
banten disebut “Canang” karena inti dari setiap canang adalah sirih itu
sendiri. Canang belum bisa dikatakan bernilai agama jika belum dilengkapi
porosan yang
bahan
pokoknya sirih.
Perlengkapan
canang adalah alasnya dipakai ceper atau daun pisang berbentuk segi empat,
diatasnya berturut-turut disusun plawa, porosan, urasari kemudian bunga.
Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur – unsur pokok daripada canang tersebut adalah:
Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur – unsur pokok daripada canang tersebut adalah:
a. Porosan
terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.
Seperti yang
dijelaskan diatas dibawah canang dan banten terdapat didisi daun kayu atau
plawa dan daun sebagainya yang terdapat
pada upacara yajnya lain, karena tiap daun yang ada pada yajna tersebut
memiliki makna yang sangat penting
seperti.
1. Plawa atau daun kayu diisi pada
bawah banten atau canang berfungsi sebagai lamakan atau tapakan yang bermakna
untuk mengutamakan atas manah dan kemauan untuk beryajnya dengan tulus dan
lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci juga ngulahaken wasana ikang
enak yang artinya mencari kerahayuan karma menjadi baik.
2. Daun busung untuk membuat canang,
ketupat, daksina, lis bermakna hayuning hayu utama yang artinya mengutamakan
mencari suatu kebahagiaan.
3. Daun ambengan atau alang-alang untuk
upacara manusa, dewa yajna yang berfungsi untuk membuat mingmang juga kreawista
yang bermakna ika petemuaning liang yang artinya awal pertemuaanya kebahagiaan
dan untuk membersihkan unsur panca mahabuta unsur banten, canang , pelinggih
dari keletuhan dan sifat maya.
4. Padanglepas bertujuan pada manusa
yajna berfungsi meperlengkap isi banten utama yang bermakna ika jati wus putus
yang artinya melepaskan diri pada ikatan duniawi.
5. Daun ancak terdapat pada banten
berfungsi pada manusia yajnya yang bermakna ikang patemuaning rasaning hati
yang artinya menemukan rasa sama-sama saling cinta kasih.
6. Daun wandira atau waringi fungsi
untuk segala yajnya yang bermakna ikang apang sarwa tuungtung atau tattwa wit
artinya untu menggapai suatu kebagiaan yang paling terakhir atau menggapai
samyang janana.
7. Daun pisangberfungsi sebagai lamakan
yang brmakana berdasarkan atas kesadaran mengatui rwabineda.
8. Daun priye terdapat pada sematu
byekala yang dibawahnya terdapat tangkih dan diatasnya terdapat nasi dan lawar
bermakna tri muti dan mngetahui sad rasa.
9. Daun sirih pada pada porosan melambangkan trimurti yang
bermakna suatu sifat yang ada pada diri kita dan unsur panca mahabuta.
10. Daun pandan ron yang brfungsi pada
ari-ari yang bermakna untuk tempat berteduhnya sanghyang ari-ari dan menjaga
sang hyang ari-ari dari buta kala.
Kalau kita hubungkan antara
sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan daun sebagai dasar sarana persembahyangan dan sarana
upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk
yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang
diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus
tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Jika semua perasarana sudah lengkap
dan sudah diaturkan oleh sang Pandita juga Sang Hyang Widhi bisa melingga
dibaten itu. Maka suatu upacara itu sudah sukses yang disebut dengan Widi
Widana yang artinya wi ngaran Widhi di ngaran purusa widana ngaran pradana.
Oleh karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman
tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan
sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. banten merupakan wujud dari
pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci.
Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan
unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci.
Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis
filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa
cinta, bhakti dan kasih.
B.
Untuk melaksanakan upacara yajna dalam setiap mebanten dan canang pada kitab
suci Veda sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama Hindu disebut
Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya, dari itu disini telah dikatakan makna penting
daun yang dapat disimpulkan dari segi bahasa, jika manusi menggunakan bahasa
untuk beryajnya yaitu mantram, dan mantram
menggunakan tantra dan semua
banten dan canang dibawahnya menggunakan daun kayu yang yang bertujuan menuju
suatu tujuan dan pikiran yang hening dan
kamuan(kayun) untuk beyajnya yang tulus iklas.
3.2. Saran.
Dalam
melaksanakan yajna haruslah mengetahui makna dan tujuan tersebut dan dalam tata
cara munggahkan(meletakkan) canang dan
banten harus sesauai pada tata cara apa yang susuai yang berjalan dikalangan
masyarakat belakangan ini karena tiap canang atau banten memiliki unsur yang
sangat sakral, seperti daun kayu walaupun sepele tapi sangat berbahaya jika
tidak diisis daun kayu, oleh karena itu
untuk awal kita penting menggunakan daun kayu sbagai lamakan atas dasar
kemauan untuk beryajnya dengan rasa cinta kasih dan kamuan yang tulus iklas dan
ingat jika salah satu isi yajnya itu tidak lengkap maka kita akan mala pataka
dikemudian hari juga kepastu dening sang hyang Aji Sastra.
DAFTAR PUSTAKA
lontar Tegasin Sarwa Banten.
Lontar yadnya prawerti.
Casino Review 2020 - Mr.D.C.
BalasHapusWith our detailed 논산 출장마사지 Casino Review 2020, 광주 출장마사지 you can rest assured that we've 파주 출장안마 found the right online 경주 출장안마 casino to 광주 출장마사지 play your favourite games, casino games,